Makalah Qurban dan Aqiqoh
Materi Pengajian Dialogis KH. Amin Yasin Kudus
di Gedung MWC NU Dawe - 25 Mei 2022
KURBAN
I.
PENGERTIAN,
LANDASAN DAN HUKUM
A.Pengertian
Udlhiyah atau kurban ialah hewan berupa unta, lembu, kerbau atau kambing yang disembelih sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT pada hari Idul Adlha hingga akhir hari Tasyriq (10 – 13 Dzulhijjah)
B. Landasan
Landasan
hukum kurban adalah :
1. Firman Allah SWT :
إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ(1)فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni’mat yang banyak, maka lakukanlah salat (Idul Adha) karena Tuhanmu dan berkorbanlah (menyembelih hewan kurban)!” (QS. Al-Kautsar : 1 dan 2)
2. Hadits Nabi SAW :
حَدَّثَنَا
قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ
قَالَ ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ
أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ
رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا . رواه البخاري ومسلم
“Nabi SAW telah menyembelih kurban berupa dua ekor biri-biri yang dominan warna putihnya serta memiliki tanduk sedang. Beliau sembelih dengan tangannya sendiri. Beliau membaca basmalah serta takbir dan meletakkan kakinya pada bagian bawah leher hewan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
C. Hukum
1.
Hukum asal
Hukum asal kurban adalah sunah ain
yang sangat dianjurkan bagi setiap individu (sunnah ain muakkadah), dan sunah kifayah yang sangat
dianjurkan bagi setiap keluarga (sunnah kifayah muakkadah). Jika salah satu anggota keluarga tersebut
telah berkurban maka anggota keluarga yang lain tidak terkena hukum makruh
karena tidak berkurban. Hukum sunah ini berubah menjadi
wajib ketika dinadzari.
2.
Hukum berkurban
untuk orang yang sudah meninggal
Jika orang yang sudah meninggal tersebut pernah berwasiat untuk dikurbankan, maka hukum kurban tersebut adalah sah. Jika orang yang telah meninggal tersebut tidak pernah berwasiat untuk dikurbankan, maka terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama; ada yang berpendapat tidak sah dan ada yang berpendapat sah.
Di antara ulama yang berpendapat sah adalah Imam Abul Hasan al-Abbadi, dengan alasan bahwa kurban adalah bagian dari sedekah. Para ulama sepakat bahwa sedekah atas nama orang yang sudah meninggal diperbolehkan dan bermanfaat untuknya.
II.
KRITERIA
HEWAN KURBAN
A. Jenis Hewan Kurban
1. Unta dengan segala macam jenisnya.
2. Lembu dengan segala macam jenisnya, termasuk di antaranya
adalah kerbau.
3. Kambing dengan segala macam jenisnya.
Ketiga jenis hewan tersebut boleh
dijadikan hewan kurban, baik jantan maupun betina. Lembu, kerbau dan unta bisa
untuk 7 orang, sedangkan jenis kambing hanya untuk satu orang.
Adapun hadits yang mengatakan bahwa Nabi
pernah berkurban dua kambing, satu untuk beliau dan keluarganya, dan yang satu
lagi untuk umatnya, maka itu adalah tasyrik fi tsawab (mengikutsertakan
keluarga dan umatnya dalam hal pahala kurban), bukan berarti kambing satu
mencukupi untuk lebih dari satu orang.
Urutan keutamaan kurban ialah unta, lalu
lembu atau kerbau, lalu biri-biri atau domba, lalu kambing biasa, lalu
sepertujuh unta, lalu sepertujuh lembu atau kerbau.
Ø Tujuh ekor kambing lebih utama daripada seekor unta,
lembu atau kerbau.
Ø Satu ekor kambing lebih utama daripada sepertujuh unta, lembu
atau kerbau.
Ø Untuk
kambing,
diutamakan yang berwarna putih, kekuning-kuningan, putih yang tidak cerah putihnya, kemerah-merahan, belang (hitam putih) lalu hitam.
B.
Syarat
Hewan Kurban
1. Umur
a.
Unta, harus
berumur minimal lima tahun.
b. Lembu, harus berumur minimal dua tahun.
c.
Kambing :
v Kambing biasa,
kambing kacangan harus berumur minimal dua tahun,
v Kambing domba,
harus berumur minimal 1 tahun atau sudah powel sebelum satu tahun.
2. Tidak memiliki cacat.
Cacat
yang dimaksud di sini adalah cacat yang mengurangi daging atau sejenisnya yang bisa
dimakan, baik mengurangi seketika, seperti putusnya telinga, atau mengurangi dalam
jangka panjang, seperti pincang yang jelas. Pincang seperti ini menyebabkan
hewan tersebut lambat dalam merumput sehingga dalam jangka panjang akan menjadi
kurus.
Sah
berkurban dengan hewan yang tidak memiliki tanduk, atau tanduknya patah. Begitu
juga hewan yang kehilangan sebagian giginya.
Tidak
sah berkurban dengan hewan yang tidak punya telinga sejak lahir. Begitu juga
hewan yang buta, meskipun buta sebelah (pece), dan hewan yang sangat kurus.
Adapun
berkurban dengan hewan betina yang bunting maka tidak sah menurut pendapat yang
mu’tamad.
III.
WAKTU
PENYEMBELIHAN
Waktu penyembelihan kurban dimulai
setelah terbitnya matahari, ditambah waktu yang sekiranya cukup digunakan
sholat dua rekaat dan dua khutbah yang ringan pada tanggal 10 Dzulhijjah,
dan berakhir saat terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Semua
waktu yang disebutkan di atas boleh digunakan untuk penyembelihan kurban, baik siang
maupun malam hari, hanya saja penyembelihan kurban pada malam hari hukumnya
makruh.
Selain
waktu tersebut tidak sah untuk penyembelihan kurban. Namun, untuk kurban nadzar yang tidak sempat dilakukan
pada waktunya, maka tetap wajib disembelih meskipun waktunya sudah habis, dan
dianggap sebagai qadla.
IV.
TATA CARA
PENYEMBELIHAN HEWAN SECARA UMUM
A. Rukun penyembelihan :
1. Menyembelih.
Dalam penyembelihan diharuskan memotong saluran keluar masuknya nafas (hulqum) dan saluran masuknya makanan dan minuman (mari’).
2. Penyembelih.
Orang
yang menyembelih diharuskan beragama islam
3. Hewan yang disembelih
Hewan yang disembelih adalah hewan
yang halal dagingnya, dan dalam keadaan masih hidup. Jika hewan tersebut hampir mati
karena sebab yang jelas, seperti
tertabrak atau tertembak, maka disyaratkan adanya hayat mustaqirrah (keadaan masih adanya ruh dalam jasad yang disertai kemampuan melihat,
bersuara dan bergerak sesuai kehendak) pada saat
disembelih. Jika hewan tersebut hampir mati karena sakit tanpa diketahui penyebabnya,
maka boleh disembelih meskipun tidak memiliki hayat mustaqirrah.
4. Alat penyembelihan
Diharuskan
menggunakan alat yang tajam dengan ketajaman yang minimal mampu merobek daging,
seperti alat tajam yang terbuat dari besi, batu maupun kayu. Tidak boleh menyembelih
dengan menggunakan kuku, gigi dan tulang, meskipun sangat tajam.
B. Kesunnahan dalam menyembelih
1. Menajamkan pisau
2. Menekan pisau dengan kuat
3. Orang yang menyembelih menghadap kiblat. Leher hewan yang
disembelih juga dihadapkan ke kiblat, dengan posisi kepala di selatan.
4. Membaca basmalah.
5. Menyembelih unta dengan cara nahru (menyembelih
pada leher bagian bawah), untuk selain unta menyembelih dengan cara dzabhu (menyembelih
pada leher bagian atas).
6. Menyembelih unta dalam keadaan berdiri, dan menyembelih
sapi, kerbau dan kambing dalam keadaan dibaringkan.
7. Memotong kedua otot leher (قطع الودجين).
C. Kemakruhan dalam menyembelih
1. Tidak
membaca basmalah.
2. Tidak
menghadap kiblat.
3. Mengasah pisau di hadapan hewan yang akan disembelih.
4. Menyembelih hewan di hadapan hewan lain.
Hal-hal
yang berkaitan dengan penyembelihan kurban :
-
Bagi laki-laki yang berkurban disunnahkan untuk
menyembelih hewan kurbannya sendiri, sedangkan bagi perempuan disunnahkan untuk
mewakilkan penyembelihan hewan kurbannya. Apabila
penyembelihan diwakilkan kepada orang lain, maka sunnah bagi yang berkurban
untuk menyaksikan penyembelihan hewan kurbannya.
-
Bagi orang
yang hendak berkurban, dimakruhkan memotong rambut dan kuku mulai awal bulan
Dzulhijjah hingga hewan kurbannya disembelih.
-
Disyaratkan
adanya niat dalam berkurban. Niat ini bisa dilakukan pada saat penyembelihan atau
sebelumnya, sebagaimana niat dalam zakat. Niat kurban boleh dilakukan sendiri oleh
orang yang berkurban, dan boleh diwakilkan.
v Contoh niat kurban sunnah bagi penyembelih sebagai wakil
dari mudhahi:
نويت الأ ضحية المسنونة
عن مو كلي ........... لله تعا لى
v Contoh niat kurban nadzar bagi penyembelih sebagai wakil mudhahi:
نويت
الأ ضحية المنذورة عن مو كلي ....... لله تعا لى
V.
PEMBAGIAN
KURBAN
1. Orang yang berkurban nadzar wajib membagikan seluruh
daging dan kulitnya kepada fakir miskin. Dia dan seluruh anggota keluarga yang
wajib ia nafkahi, tidak diperbolehkan memakan dari kurbannya. Dan jika
terlanjur memakannya, maka wajib menggantinya sesuai kadar yang dimakan.
2. Orang yang berkurban sunah atas namanya sendiri, harus
ada sebagian dari daging kurbannya yang disedekahkan kepada fakir miskin dalam
keadaan mentah, meskipun hanya satu orang. Sisanya boleh dihadiahkan kepada
orang kaya, dan boleh dimakan oleh mudhahi. Yang paling utama adalah
menyedekahkan semuanya, kecuali sedikit bagian yang dimakan oleh mudhahi
untuk tabarruk. Bagian yang dimakan untuk tabarruk ini sebaiknya
diambilkan dari hati. Jika ingin makan lebih dari itu, maka sebaiknya tidak
melebihi sepertiga.
3. Penerima kurban adalah perorangan yang muslim, bukan
lembaga atau badan hukum. Dengan demikian, tidak diperbolehkan memberikan
kurban untuk biaya pembangunan masjid, madrasah atau lembaga lain.
4. Penerima kurban yang fakir atau miskin memiliki secara
penuh apa yang ia terima, dalam arti ia berhak memanfaatkannya untuk keperluan
sendiri atau menjualnya. Sedangkan penerima yang kaya hanya berhak memanfaatkannya
saja, tidak boleh menjualnya.
5. Kulit atau daging kurban tidak boleh diberikan kepada si penyembelih sebagai ongkos menyembelih. Ongkos harus diperhitungkan tersendiri, tidak boleh dikaitkan dengan pemberian kulit atau daging.
VI.
PANITIA
KURBAN
1. Panitia kurban (dalam hal ini ketua panitia saja, panitia
harian atau panitia lengkap, sesuai kesepakatan) berstatus sebagai wakil mudhahi.
Maka, panitia tidak diperbolehkan memakan sebagian dari kurban tersebut tanpa
seijin mudhahi. Biaya pelaksanaan menjadi tanggung jawab mudhahi.
2. Panitia kurban seyogyanya meneliti cacat tidaknya hewan kurban
yang diterimanya. Apabila terdapat cacat maka diberitahukan kepada mudhahi
untuk diganti hewan lain yang memenuhi persyaratan, atau tetap disembelih
sebagai sedekah biasa.
3. Panitia kurban berkewajiban memelihara, merawat dan bertanggungjawab
sepenuhnya atas hewan kurban yang telah diterimanya.
4. Panitia kurban hendaknya meneliti nadzar atau tidaknya
kurban, untuk diadakan pemisahan dalam pelaksanaan penyembelihan dan pembagian
daging maupun kulitnya, agar daging kurban nadzar tidak kembali kepada mudhahi
sendiri.
5. Panitia kurban bila menerima dari mudhahi berupa uang, maka harus melalui prosedur wakalah dalam hal pembelian hewan dan pelaksanaan kurban.
AKIKAH
I.
PENGERTIAN,
LANDASAN DAN HUKUM
A.
Pengertian
Menurut
bahasa, akikah adalah rambut yang ada pada kepala bayi saat dilahirkan. Sedangkan menurut syara’, akikah adalah hewan tertentu yang
disembelih berkaitan dengan kelahiran bayi.
B.
Landasan
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عَلِيُّ بْنُ مُسْهِرٍ،
عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنِ الحَسَنِ، عَنْ سَمُرَةَ قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الغُلاَمُ مُرْتَهَنٌ
بِعَقِيقَتِهِ يُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ، وَيُسَمَّى، وَيُحْلَقُ
رَأْسُهُ .
“Anak tergadai dengan akikahnya,
disembelihkan
untuknya pada hari
ketujuh, diberi nama dan dicukur rambut kepalanya” (HR. At-Tirmidzi)
C.
Hukum
Hukum akikah adalah sunnah muakkadah bagi wali atau orang yang wajib menanggung nafkah bayi. Akikah dilaksanakan dengan memakai harta wali, bukan harta bayi. Hukum ini berlaku bagi wali yang mampu. Jika ia tidak pernah mampu sejak lahirnya bayi hingga lewatnya 60 hari, maka tidak disunatkan melaksanakan akikah.
II.
WAKTU PELAKSANAAN
A.
Ketika wali
disunatkan untuk melaksanakan akikah, maka waktu pelaksanaan akikah adalah sejak lahirnya bayi sampai
ia menjelang baligh. Jika sampai baligh si anak belum juga diakikahi,
maka tidak disunnahkan bagi wali untuk mengakikahinya, namun bagi anak
sebaiknya mengakikahi dirinya sendiri.
B. Waktu paling utama untuk pelaksanaan akikah adalah hari ketujuh dari kelahiran. Jika tidak bisa di hari ketujuh, sebaiknya di hari ke-14 atau hari ke-21.
III.
JUMLAH HEWAN YANG DISEMBELIH
Disunahkan
mengakikahi bayi laki-laki dengan dua ekor kambing, sedangkan untuk bayi
perempuan cukup satu ekor. Jika bayi laki-laki diakikahi dengan satu ekor maka
sudah mencukupi.
IV.
KRITERIA
HEWAN AKIKAH
Dalam akikah, hewan yang akan
disembelih sama ketentuannya dengan hewan kurban sebagaimana keterangan di
atas, mulai dari umur hewan, jenis hewan, selamat dari cacat, menjadi wajib
jika dinadzari, hingga larangan ikut menikmatinya jika dinadzari.
V.
PERBEDAAN KURBAN DAN AKIKAH
Ibadah kurban dan akikah dalam beberapa
hal mempunyai kesamaan, dan juga mempunyai perbedaan.
Perbedaannya antara lain:
1)
Daging kurban wajib dibagi dalam keadaan mentah, sedangkan
daging akikah tidak wajib dibagikan mentah, bahkan disunatkan dimasak terlebih dahulu,
baru dibagikan.
2)
Ketika orang kaya menerima daging akikah maka ia
memilikinya secara penuh, sehingga boleh memanfaatkan untuk dirinya dan boleh
menjualnya. Jika yang ia terima adalah daging kurban, ia hanya berhak
memanfaatkannya.
3)
Waktu pelaksanaan akikah bagi wali lebih longgar, yaitu mulai lahirnya bayi sampai menjelang baligh. Sedangkan waktu pelaksanaan kurban hanya tanggal 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah tiap tahun.
4) Akikah dilaksanakan sekali seumur hidup, sedangkan kurban dapat dilakukan tiap tahun.
Komentar0