Ilmusantri.net Ziarah kubur adalah sesuatu yang diperbolehkan
dalam agama. Larangan berziarah kubur telah dihapus oleh hadits Nabi:
"كنت
نهيتكم عن زيارة القبور ألا فزوروها "رواه مسلم
Maknanya: "Dulu aku melarang kalian
untuk ziarah kubur, sekarang berziarahlah ke kuburan ". (H.R. Muslim).
Bahkan Rasulullah menganjurkan untuk melakukan
ziarah kubur dengan menjelaskan hikmahnya:
"زوروا
القبور فإنّها تذكركم بالآخرة "رواه البيهقي
Maknanya: "Berziarahlah kalian ke
kuburan, sungguh hal itu akan mengingatkan kalian kepada akhirat" (H.R.
al Bayhaqi).
Sedangkan
hadits riwayat at-Tirmidzi bahwa Rasulullah melaknat wanita-wanita yang berziarah kubur:
"لعن
الله زوّارات القبور "رواه الترمذي
Maksudnya adalah mereka yang berziarah dengan
disertai dengan an-Niyahah (menjerit dengan meratap karena musibah
kematian) dan an-Nadb (menyebut-nyebut kebaikan mayyit dengan suara yang keras
dan menunjukkan ketidaksabaran dengan mengatakan: oh pelindungku ! dan
semacamnya) dan semacamnya . Sedangkan ziarah kubur bagi perempuan tanpa ada
unsur-unsur tersebut hukumnya adalah
boleh menurut sebagian ulama' dan makruh menurut sebagian yang lain. Pendapat
yang membolehkan adalah pendapat yang lebih kuat, karena ada hadits-hadits lain
yang sahih riwayat al Bukhari, Muslim dan lainnya bahwa Rasulullah tidak
melarang wanita untuk berziarah kubur. Di antaranya hadits bahwa Rasulullah
mengizinkan 'Aisyah untuk berziarah kubur. Bahkan mengajarinya ketika ziarah
agar mengatakan doa:
"السلام
عليكم اهلَ الديار من المؤمنين والمسلمين ويرحم الله المستقدمين منّا والمستأخرين,
وإنّا إن شاء الله بكم لاحقون "رواه مسلم
Ziarah
kubur pada malam hari hukumnya adalah sunnah karena telah diriwayatkan dengan
sahih bahwa Rasulullah pergi berziarah ke al Baqi' di malam hari dan
beristighfar untuk ahli kubur (H.R. Muslim). Hal yang dimakruhkan adalah
bermalam di kuburan. Bermalam artinya berada di kuburan hingga fajar tiba atau
menghabiskan kebanyakan malam di kuburan. Sedangkan berada di kuburan di malam
hari untuk satu atau dua jam untuk I'tibar (mengambil pelajaran) hukumnya
adalah sunnah.
(Foto: Kumparan.com)
Ziarah kubur pada Hari Raya
Sebagian orang menganggap tradisi
masyarakat yang melakukan ziarah kubur pada hari raya sebagai bid'ah muharramah
(bid'ah yang diharamkan). Padahal, tidak ada satu hadits-pun yang melarang hal
tersebut. Hadits yang menganjurkan untuk berziarah kubur adalah hadits yang
umum tanpa ada batasan waktu yang diperbolehkan atau dilarang. Jadi kapan-pun
orang berziarah ke kuburan hukumnya adalah boleh, termasuk pada hari raya.
Bahkan sayyidina 'Ali ibn Abi Thalib mengatakan :
"من
السنّة زيارة جبّانة المسلمين يوم العيد وليلته "رواه البيهقيّ
"Di antara sunnah
Nabi adalah berziarah ke kuburan kaum muslimin di siang hari raya dan
malamnya". (Diriwayatkan oleh al Bayhaqi dalam as-Sunan al Kubra).
Hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang saat
ziarah Kubur.
Dimakruhkan
dengan sangat duduk di atas kuburan, menginjak kuburan dengan kaki tanpa ada
kebutuhan, jika ada kebutuhan tidak dimakruhkan menginjak kuburan, ini kalau
memang tidak terdapat tulisan yang diagungkan di atas kuburan seperti ayat
Al-Qur'an, asma' Allah dan semacamnya.
Diharamkan
thawaf (mengelilingi) kuburan para wali seperti yang dilakukan oleh sebagian
orang di kuburan al Husein di Mesir. Melainkan yang seyogyanya dilakukan adalah
berdiri di hadapan bagian kepala mayit, mengucapkan salam kepadanya lalu berdoa
kepada Allah dengan mengangkat tangan atau tanpa mengangkat tangan.
Meletakkan
tangan di dinding kuburan hukumnya boleh. Sebagaian ulama' madzhab Syafi'i
menganggap makruh hal itu. Sedangkan al Imam Ahmad ibn Hanbal mengatakan kalau
tujuannya adalah untuk tabarruk boleh dan tidak bermasalah ; yakni jika ziarah
meyakini bahwa tidak ada yang menciptakan manfaat dan menjauhkan dari mudlarat
kecuali Allah dan tujuannya adalah agar Allah menjadikan ziarahnya kepada seorang
wali tersebut sebagai sebab mendapatkan manfaat dan dijauhkan dari mudlarat.
DALIL-DALIL ZIARAH KUBUR DENGAN TUJUAN TAWASSUL DAN TABARRUK
- Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam
bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa
berdoa:
"ربّ
أدنني من الأرض المقدّسة رمية بحجر ".
Maknanya: "Ya
Allah dekatkanlah aku ke tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu''.
Kemudian Rasulullah
bersabdah:
"والله
لو أنّي عنده لأريتكم قبره إلى جنب الطريق عند الكثيب الأحمر "أخرجه البخاريّ
ومسلم.
Maknanya: ''Demi Allah, jika aku berada di dekat kuburan Nabi Musa
niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di
daerah al Katsib al-Ahmar" (H.R. al Bukhari).
Faedah Hadits: Tentang hadits ini al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata
dalam kitabnya "Tharh at-Tatsrib" : "Dalam hadits ini terdapat
dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk
berziarah ke sana
dan memenuhi hak-haknya.
- Imam Ahmad dalam Musnad-nya, ath-Thabarani
dalam al Mu'jam al Kabir dan al Awsath dan al Hakim dalam Mustadrak-nya
meriwayatkan bahwasanya pada suatu hari datang Marwan (Marwan Ibn al
Hakam, salah seorang khalifah Bani Umayyah). Dia mendapati seseorang
meletakkan wajahnya di atas makam Rasulullah (karena rindu dan ingin
memperoleh berkah beliau). Marwan menghardik orang itu: "Tahukah kamu
apa yang sedang kamu perbuat?, lalu orang itu menoleh dan ternyata dia
adalah Abu Ayyub al Anshari (salah seorang sahabat Nabi) kemudian berkata:
"Ya, aku mendatangi Rasulullah dan aku tidak mendatangi sebongkah
batu, aku mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alayhi wasallam
bersabda: "jangan tangisi agama ini jika dikendalikan oleh ahlinya,
tetapi tangisilah agama ini apabila ia dikendalikan oleh orang yang bukan
ahlinya". Maksudnya: Anda wahai Marwan tidak layak menjadi Khalifah.
- Dalam kitab Wafa' al Wafa (4/1405),
as-Samhudi meriwayatkan bahwa sahabat Bilal bin Rabaah ketika pindah ke
Syam dan tinggal di sana, pada suatu malam bermimpi melihat Rasulullah
bersabda kepadanya: "sudah lama engkau tidak mengunjungiku wahai
bilal…! (Maa Haadzihi al Jafwah) Begitu terjaga dari tidurnya, Bilal
langsung menaiki hewan tunggangannya dan bergegas menuju Madinah. Setelah
sampai di makam Rasulullah, ia meneteskan air mata dan membolak-balikkan
wajahnya di atas tanah makam Rasulullah''. Sanad riwayat ini adalah Jayyid
(kuat) seperti dinyatakan oleh as-Samhudi.
- Dalam Kitab Tuhfah Ibn 'Asakir,
sebagaimana dikutip oleh as-Samhudi dalam Wafa' al Wafa (4/1405) bahwa
ketika Rasulullah telah dimakamkan, Fatimah datang kemudian berdiri di
samping makam lalu mengambil segenggam tanah dari makam dan ia letakkan
tanah itu ke matanya kemudian ia menangis…''.
- Atsar-atsar dan amaliah para ulama' salaf
dan khalaf yang telah disebutkan dalam bab Istighotshah
dimana para ulama tersebut mendatangi kuburan Nabi dan orang-orang saleh
untuk bertawassul, bertabarruk dan beristghotsah dengan Nabi dan
orang-orang saleh tersebut. Mereka sama sekali tidak menganggap Qashdul Qubur;
menyengaja pergi ke kuburan Nabi dan orang-orang saleh untuk berdoa.
Bertawassul, bertabarruk dan beristighotsah sebagai perkara kufur atau syirik, sebaliknya mereka
menganggapnya sebagai perkara yang boleh, bahkan mereka melakukannya
sendiri dan menganggap hal itu sebagai sebab dikabulkannya doa dan
permohonan mereka kepada Allah. Oleh karenanya, para ahli hadits seperti
al Hafizh Syamsuddin Ibnu al Jazari
mengatakan dalam kitabnya 'uddah al Hishn al Hashin:
"ومن
مواضع إجابة الدعاء قبور الصالحين ".
"Di antara tempat
dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh ".
Al Hafizh Ibn al Jazari sendiri mendatangi kuburan Imam Muslim Ibn al
Hajjaj, penulis Sahih Muslim dan berdoa di sana sebagaimana disebutkan oleh
Syeh Ali al Qari dalam Syarh al Misykat.
KESIMPULAN
Dari
penjelasan dan dalil-dalil yang telah dikemukakan diketahui bahwa tradisi
ziarah ke makam wali songo atau para awliya' yang lain dengan tujuan berdoa, bertawassul,
bertabarruk dan beristighotsah di sana
hukumnya adalah boleh, bukan kufur atau syirik, bahkan bukan perkara haram.
Sebaliknya tradisi seperti itu telah berlangsung dari zaman para sahabat Nabi,
para ulama salaf dan khalaf hingga kini.
Al
Imam an-Nawawi mengatakan dalam kitabnya la Adzkaar (hal.168):
"ويستحبّ
الإكثار من الزيارة, وأن يكثر الوقوف عند قبور أهل الخير والفضل ".
"Dan disunnahkan
memperbanyak ziarah kubur, dan disunnahkan pula berlama-lama di kuburan para
Ahlul Khair Wa af Fadll (Para shalihin dan
ulama 'amilin)".
Ibnu
al Hajj al maliki yang dikenal sangat mengingkari bid'ah –bid'ah mengatakan
dalam kitabnya al Madkhal (1/259-260):
"فالتوسّل
به عليه الصلاة والسلام هو محلّ حط أحمال الأوزار وأثقال الذنوب والخطايا لأنّ
بركة شفاعته عليه الصلاة والسلام وعظمها
عند ربّه لا يتعاظمها ذنب, إذ إنها أعظم من الجميع . فليستبشر من زاره, ويلجأ إلى الله تعالى
بشفاعة نبيّه عليه الصلاة والسلام من لم يزره, اللهم لا تحرمنا من شفاعته بحرمته
عندك . ءامين يا رب العالمين.
ومن اعتقد خلاف هذا فهو
المحروم, ألم يسمع قول الله عزّ وجلّ: ولو أنّهم إذ ظّلموا أنفسهم جاءوك فاستغفروا
الله واستغفر لهم الرسول لوجدوا الله توّابا رحيما (سورة:64) .فمن جاءه ووقف ببابه
وتوسّل به وجد الله توّابا رحيما, لأنّ الله عزّ وجلّ منزه عن خلف الميعاد وقد وعد
سبحامه وتعالى بالتوبة لمن جاءه ووقف ببايه وسأله واستغفر ربّه, فهذا لا يشكّ فيه
ولا يرتاب إلاّ جاحد للدّين معاند لله ولرسوله صلى الله عليه وسلم, نعوذ بالله من
الحرمان"اهـ.
"Jadi
bertawassul dengan Nabi adalah sebab dihapusnya beban-beban dosa dan beratnya
maksiat dan kesalahan karena berkah sayafa'atnya shallallahu 'alayhi wasallam
dan agungnya syafa'at tersebut tidak tertandingi oleh besarnya dosa apapun,
karena syafa'at Rasulullah itu lebih agung dari semuanya. Oleh karenanya
hendaklah bergembira dan penuh harap orang yang bisa berziarah kepadanya, dan
orang yang tidak bisa berziarah kepadanya, dan orang yang tidak bisa berziarah kepadanya hendaklah memohon
kepada Allah dengan syafa'at Nabi-Nya, Ya Allah, janganlah engkau halangi kami
dari syafa'atnya dengan kemuliannya menurut-Mu, Amin Ya Rabbal 'Alamin.
Dan barangsiapa menyalahi keyakinan ini dia-lah
orang yang terhalang dan tidak memperoleh rahmat Allah, tidakkah ia mendengar
firman Allah yang maknanya: "sesungguhnya jikalau mereka ketika menzhalimi
diri mereka (berbuat maksiat kepada Allah) kemudian datang kepadamu lalu
memohon ampun kepada Allah dan Rasulullah-pun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah maha menerima taubat lagi maha penyayang "
(Q.S. an-Nisa': 65). Jadi orang yang mendatangi Rasulullah dan mengharap
kepadanya serta bertawassul dengannya dia akan mendapati Allah menerima
taubatnya dan merahmatinya, karena Allah ta'ala maha suci dari menyalahi janji.
Dan Allah telah menjanjikan akan menerima taubat orang yang mendatangi Nabi,
mengharap kepadanya serta meminta kepadanya dan memohon ampun kepada tuhannya.
Dan tidak ada yang meragukan hal ini kecuali orang yang menolak agama dan menentang Allah dan
Rasul-Nya, kita memohon perlindungan kepada Allah dari penyimpangan ini".
Hadits "Laa Tusyaddu ar-Rihaal…''
لاتشد الرحال إلاّ إلى ثلاثة مساجد مسجدي هذا ومسجد
الحرام ومسجد الأقصى"رواه البخاري ومسلم وأبو داود وغيرهم .
Hadits ini disalah pahami oleh sebagian orang,
sehingga mereka menyatakan bahwa orang yang melakukan perjalanan jauh untuk
maksud berziarah ke makam Nabi atau wali telah melakukan perbuatan haram.
Padahal
hadits ini dipahami oleh ulama salaf dan khalaf bahwa tidak ada fadlilah
(keutamaan) yang lebih dalam perjalanan jauh untuk tujuan shalat ke suatu
masjid kecuali perjalanan ke tiga masjid tersebut dikarenakan pahala shalat di sana dilipatgandakan. Di
Masjidil haram dilipatgandakan pahala shalat sebanyak seratus ribu kali lipat,
di Masjid Nabawi seribu kali lipat dan di Masjid al Aqsha lima ratus kali lipat. Jadi hadits tersebut
berkaitan dengan safar untuk tujuan sholat, bukan berlaku untuk semua jenis
safar seperti dijelaskan oleh al Hafizh Waliyuddin al 'Iraaqi dalam Tharh
at-Tatsrib. Pemahaman ini berdasarkan hadits lain riwayat Ahmad yang merupakan
hadits hasan, hadits ini memperjelas maksud hadits tersebut. Rasulullah
shollallahu 'alayhi wasallam bersabda:
"لا
ينبغي للمطيّّ أن تشدّ رحاله إلى مسجد يبتغى فيه الصلاة غير المسجد الحرام والمسجد
الأقصى ومسجدي هذا "رواه أحمد وحسنّه ابن حجر والهيثمي
Maknanya: "Tidak selayaknya bepergian
jauh ke sebuah masjid untuk tujuan sholat di sana selain ke Masjidil haram, Masjid al
Aqsho dan Masjidku ini" (H.R. Ahmad dan dihasankan oleh al Hafizh Ibnu
Hajar al Haytsami).
Jadi
disimpulkan bahwa mustatsna minhu dalam hadits tersebut taqdirnya adalah
masjid, bukan tempat secara umum. Jika dipaksakan ditaqdirkan mustatsna
minhunya adalah tempat secara umum itu
artinya bahwa seseorang diharamkan melakukan perjalanan jauh untuk
tujuan memenuhi nadzar, bepergian untuk jihad, mencari ilmu yang wajib
dituntut, berbakti kepada kedua orang tua, mengunjungi teman, bepergian untuk
melihat dan memikirkan ciptaan Allah padahal itu semua disyari'atkan dalam
Islam sehingga merupakan perkara sunnah atau wajib. Seperti halnya bepergian
jauh untuk berdagang atau tujuan-tujuan duniawi semuanya adalah boleh, dan
tidak ada seorangpun yang mengharamkannya dan tidak perbedaan pendapat antara
para ulama dalam masalah ini.
Memahami
hadits dengan hadits inilah yang dimaksud dengan Tafsir al Warid bil Warid yang
merupakan penafsiran yang tertinggi kesahihannya. Pemahaman terhadap hadits
semacam inilah pemahaman yang sahih, karena para ulama dari madzhab empat
menyatakan bahwa berziarah ke makam Nabi adalah sunnah, baik dilakukan dengan
safar ataupun tidak dengan safar. Para ulama
madzhab Hanbali-pun juga telah menegaskan seperti para ulama madzhab yang lain bahwa
berziarah ke makam Nabi hukumnya sunnah, baik dijadikan sebagai tujuan safar
ataupun tidak.
Bahkan
sebagian ulama menafsirkan lain. Al Hafizh Ibnu Abdil Barr menyatakan setelah
menyebut hadits riwayat al Bukhori dan muslim bahwa Rasulullah sering mengunjungi Masjid Quba' tidak bertentangan dengan hadits
(لاتشدّ الرحال) karena makna hadits ini menurut para ulama terkait dengan
orang yang bernadzar untuk sholat di salah satu dari tiga masjid tersebut bahwa
ia wajib memenuhinya, berbeda dengan masjid selain yang tiga, sedangkan
mendatangi Masjid Quba' atau lainnya tidak dilarang dengan dalil hadits ini.
Jadi
hadits tersebut khusus menerangkan tentang melakukan perjalanan untuk tujuan
sholat. Di dalamnya tidak ada larangan untuk berziarah ke makam Nabi shallallahu
'alayhi wasallam atau makam orang-orang sholeh.
Hadits
tersebut tidak berarti haram berziarah ke makam Nabi atau orang saleh. Hadits
ini juga tidak berarti kalau masjid yang boleh dituju saja hanya tiga sedangkan
yang lain tidak, apalagi kuburan lebih-lebih tidak boleh diziarahi. Melainkan
makna hadits tersebut adalah tidak ada fadlilah (keutamaan) yang lebih dalam
perjalanan jauh untuk tujuan sholat ke suatu masjid kecuali perjalanan ke tiga
masjid tersebut dikarenakan pahala sholat di sana dilipatgandakan atau seperti
dikatakan oleh Ibnu Abdil Barr yang bernadzar untuk sholat di salah satu dari
tiga masjid tersebut bahwa ia wajib memenuhinya berbeda dengan masjid selain
yang tiga, sedangkan mendatangi Masjid Quba' atau lainnya tidak dilarang.
KISAH HIKMAH
Al
Hafizh Abu Zur'ah al 'Iraqi menyebutkan dalam kitabnya Tharh at-Tatsrib (1/43):
'Suatu ketika ayahku (al Hafizh Zaynuddin al 'Iraqi) bertemu di jalan dengan
syekh Zaynuddin Ibnu Rajab Hanbali
ketika mereka berdua sama-sama tengah menuju ke Balad al Khalil, ketika telah
mendekati Balad al Khalil Ibnu Rajab mengatakan: "Aku berniat sholat di
masjid al Khalil "untuk menghindari melakukan safar dengan tujuan
berziarah kepada Nabi Ibrahim sesuai
Ibnu Taimiyah. Al 'Iraqi mengatakan: Lalu aku berkata: "aku berniat ziarah
ke makam al Kholil Ibrahim 'alayhissalam'. Kemudian aku berkata kepada Ibnu
Rajab: "Anda telah menyalahi Nabi Karena Nabi Shallallahu 'alayhi wasallam mengatakan: (لا تشدّ الرحال إلاّ إلى ثلاثة مساجد) dan anda sekarang telah melakukan safar ke masjid ke empat
(Masjid al Khalil), sedangkan saya telah mengikuti Nabi karena Nabi bersabda: (زوروا القبور) "Berziarahlah ke kuburan-kuburan
"adakah beliau mengatakan إلاّ قبور الأنبياء)) "Kecuali kuburan para Nabi"?,
al 'Iraqi mengatakan: "Maka Ibnu Rajabpun tersentak dan tercengang".
Komentar0