Pengertian, Macam-macam Najis dan Pembagiannya
Para fuqoha’ berbeda pendapat dalam mendefinisikan najasah yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dan definisi yang paling masyhur di kalangan fuqoha’ seperti yang dikutip dalam Fathul Mu’in adalah: Najasah menurut syara’ adalah setiap sesuatu yang menjijikkan yang dapat menghalangi sahnya sholat sekira tidak ada keringanan atasnya.
Hukum Menghilangkan Najis
Menghilangkan najis hukumnya wajib, dan wajibnya ada yang seketika dan ada yang ketika akan melakukan sholat.
- Wajib dilakukan seketika, yaitu najis yang sengaja dilumurkan pada dirinya tanpa ada hajat (kepentingan).
- Wajib dilakukan ketika akan mendirikan sholat, yaitu najis yang tidak sengaja dilumurkan pada dirinya, atau sengaja dilumurkan karena ada hajat.
Pembagian Najis
Najis dilihat dari dzat-nya dibagi menjadi dua:
1. ‘Ainiyyah: yaitu najis yang masih ada ‘ain (dzat / materi), rasa, bau, atau warnanya, baik salah satu atau semuanya.
Cara mensucikan benda yang terkena najis ini adalah:
a. Dengan menghilangkan dulu ‘ain dan sifat-sifatnya, dan apabila ternyata sifat-sifatnya sulit dihilangkan (baca: ta’assur; tidak hilang setelah digosok tiga kali dengan air), maka apabila yang sulit dihilangkan tersebut adalah bau atau warnanya maka di-ma’fu, namun bila yang sulit dihilangkan tersebut adalah rasanya, maka tidak di-ma’fu kecuali bila ta’adz-dzur (tidak bisa dihilangkan kecuali dengan memotong pada benda yang terkena najis), maka di-ma’fu.
b. Kemudian disiram dengan air sampai mengalir (kalau airnya yang digunakan adalah air yang sedikit), tapi kalau airnya banyak maka boleh diceburkan.
2. Hukmiyyah: yaitu najis yang sudah tidak ada ‘ain, bau, rasa dan warnanya sama sekali.
Cara mensucikan benda yang terkena najis ini adalah dengan teraliri air (tidak harus dengan menyiramkan), seperti teraliri air hujan. Dan bila najisnya mughollazhoh maka harus dibasuh tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu.
Najis juga dibagi menjadi tiga bagian dilihat dari tingkatannya, yaitu:
1. Najis Mughollazhoh (berat)
Yaitu Najisnya anjing, babi dan keturunannya (baik dihasilkan dari perkawinan dengan sejenisnya atau dengan hewan yang suci).
Cara mensucikan benda yang terkena najis ini adalah:
a. Menghilangkan ‘ain (materi/dzat)-nya terlebih dahulu.
b. Membasuh tujuh kali yang salah satunya dicampur dengan debu.
2. Najis Mukhoffafah (ringan)
Yaitu najis berupa ompol bayi laki-laki yang belum berusia dua tahun dan belum makan apa-apa selain Air Susu Ibu (ASI).
Cara mensucikan benda yang terkena najis ini adalah cukup dengan memercikkan air sampai merata basah.
3. Najis Mutawassithoh (tengah-tengah)
Yaitu najis selain najis mughollazhoh dan mutawassithoh. Najis-najis mutawassithoh antara lain:
- Setiap benda cair yang memabukkan. Maka apabila benda yang memabukkan itu bukan benda cair seperti pil ekstasi, ganja dll maka hukumnya tidak najis (hanya saja hukumnya tetap haram).
- Bangkai dan semua bagian-bagiannya (rambut, bulu, dll) sekalipun berupa hewan yang tidak mempunyai darah yang mengalir seperti nyamuk, lalat, dll.
- Darah
- Nanah
- Tinja (kotoran yang keluar dari dubur)
- Urin (air kencing)
- Madzi, yaitu cairan putih dan kental di musim dingin dan kuning di musim kemarau yang keluar ketika libido sex memuncak. Dan yang sering mengalaminya adalah wanita meskipun kadang-kadang tidak terasa.
- Wadzi, yaitu cairan kental dan keruh yang biasanya keluar ketika membawa beban berat atau setelah kencing, dan bisa terjadi pada anak-anak dan orang dewasa.
- Cairan farji (vagina), yaitu cairan putih yang sifatnya tengah-tengah antara madzi dan keringat.
Cairan putih ini ada tiga macam:
- Suci, yaitu apabila keluar dari farji bagian dalam yang wajib dibasuh ketika istinja’, yaitu bagian yang tampak ketika duduk buang air.
- Najis, yaitu apabila keluar dari farji bagian dalam yang tidak terjangkau oleh dzakar-nya orang yang menyetubuhi (menjima’).
- Suci menurut qoul ashoh, yaitu bila keluar dari farji bagian dalam yang tidak wajib dibasuh ketika istinja’, yaitu bagian yang tidak tampak ketika duduk buang air dan masih terjangkau oleh dzakar-nya orang yang menyetubuhi (menjima’).
• Termasuk bagian manakah keputihan itu?
Jawab: bisa termasuk bagian kedua yaitu bila berwarna kuning dan keruh karena tidak termasuk haidh, atau bisa juga termasuk bagian ketiga, yaitu bila tidak berwarna.
j) Muntahan, yaitu makanan yang keluar setelah masuk ke dalam perut sekalipun berupa air.
k) Air liur orang tidur, akan tetapi menurut Ibnu ‘Imad dalam masalah ini ada tiga qoul:
1) Suci secara mutlak.
2) Najis secara mutlak.
3) Suci apabila keluar dari mulut, dan najis apabila keluar dari perut. Dan pendapat ini paling kuat.
Ciri-ciri yang keluar dari perut:
a) Berbau basin.
b) Berwarna kekuning-kuningan.
c) Tidurnya lama.
Catatan:
• Apabila ragu-ragu, apakah dari mulut atau dari perut, maka hukumnya tidak najis tetapi yang afdhol tetap dibasuh.
• Apabila seseorang selalu ngiler setiap kali tidur, maka air liurnya di-ma’fu meskipun keluarnya dari perut.
Najis yang di-Ma’fu (Dimaafkan)
- Najis yang di-ma’fu pada pakaian, badan dan air, yaitu najis yang tidak bisa dilihat oleh mata normal.
- Najis yang di-ma’fu pada pakaian dan badan, tidak pada air, yaitu darah yang sedikit dan bekasnya istinja’.
- Oleh karenanya apabila seseorang sholat dan pada pakaian atau badannya terdapat najis yang dari dua bagian ini, maka sholatnya sah, berbeda dengan bagian ketiga yang akan disebutkan di bawah ini.
- Najis yang di-ma’fu pada air, tidak pada pakaian dan badan, yaitu bangkainya hewan yang tidak mempunyai darah yang mengalir dan najis yang ada pada manfadz-nya (dubur) burung, tidak manfadz-nya manusia.
- Ukuran mengenai najis yang sedikit dan banyak, Ulama’ berbeda-beda pendapat:
- Imam Syihab ar-Romly dalam Syarh Mandzumah-nya Ibnul Imad berkata : ”Sedikit dan banyak (dalam masalah najis) bisa diketahui dengan adat (penilaian umum). Maka apabila suatu benda terkena najis dan sulit meng-hindarinya (saking sedikitnya), maka berarti ini sedikit, dan yang melebihi ini maka termasuk banyak, karena pada dasarnya ma’fu ditetapkan karena sulit untuk meng-hindarinya. Oleh karenanya, dalam membedakan sedikit dan banyak juga memandang dari sulit dan mudahnya untuk menghindarinya.
- Dan ada yang mengatakan bahwa, dikatakan banyak bila sudah sampai pada batasan bisa dilihat yang tanpa me-nelitinya dengan sungguh-sungguh.
- Ada lagi yang mengatakan bahwa, dikatakan banyak bila sudah melebihi ukuran uang dinar.
- Ada lagi yang mengatakan bila sudah melebihi ukuran telapak tangan.
- Ada lagi yang mengatakan bila sudah sampai ukuran uang dirham baghli.
- Dan ada juga yang mengatakan bila sudah melebihi ukuran kuku.
- Dalam kitab al-Ubab disebutkan “Setiap ikan yang diasinkan dan kotoran yang ada di perutnya tidak dikeluarkan lebih dulu, maka hukumnya adalah najis”.
Tag Khusus :
#contoh najis
#najis mughallazah
#contoh najis mugholadoh
#macam macam najis
#najis mutawasithoh
#macam macam najis dan tingkatannya
#pengertian najis dan pembagiannya
#najis mukhaffafah